TERNATE-CT.com, Anggota DPD RI Komite I Dapil Maluku Utara, Sultan Hidayat Mudaffar Sjah menggelar reses di Kelurahan Dufa-Dufa, Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate
Kegiatan yang berlangsung pada Senin, (30/12) ini, melibatkan lembaga adat Kesultanan Ternate, diantaranya Bobato Dunia, Bobato Akhirat, Bobato 18, Kapita hingga Fanyira Kesultanan Ternate dan warga setempat.
Sultan Hidayat di kesempatan itu menyampaikan, bahwa dirinya akan melaksanakan pengawasan sesuai kewenangan Komite I yang meliputi pelaksanaan UU, melakukan monitoring dan supervisi terhadap berbagai konflik agraria di Maluku Utara, serta menjalankan tugas Badan Akuntabilitas Publik di wilayah Maluku Utara.
Ia mengaku, bahwa sejauh ini dirinya tak pernah melihat sedikitpun lembaga adat dikondisikan sebagai pelaku atau subjek dari pembangunan yang dilibatkan dalam proses pembangunan
“Posisi lembaga adat di Maluku Utara sangatlah penting sehingga perlu untuk dilakukan dialog untuk mendengar aspirasi dari masyarakat” ujarnya
“Karena selama ini tidak ada pelibatan lembaga adat. Seolah-olah ada semacam meminggirkan peran lembaga adat dalam konteks pembangunan sosial kemasyarakatan,ā€¯sambungnya
Olehnya itu, dirinya mengaku bakal menjadikan lembaga adat sebagai subjek dalam poses pembangunan.
Dia menegaskan, bahwa lembaga adat harus diakui atau dicantumkan dalam UU, dimana segala tanah adat yang dipergunakan oleh negara, harus berkordinasi dengan Masyarakat adat setempat
“Terlebih, untuk Provinsi Maluku Utara, terdapat lembaga adat seperti Kesultanan Ternate, Jailolo, Tidore, dan Bacan. Dimana, lembaga adat ini jauh sudah ada dan bernegara lebih dulu sebelum Negara Republik hadir” ungkapnya
“Sehingga, kami dari anggota DPD RI Maluku Utara telah bersepakat untuk mengamankan pasal-pasal yang bisa mempertahankan masyarakat adat” cetusnya
Dengan begitu, seluruh masyarakat adat dapat diberdayakan, dan aman mengelola dan mengamankan sumber daya alam (SDA) yang ada di wilayah Maluku Utara
Ia menyebutkan, bahwa kearifan lokal harus diperlakukan di dalam RUU masyarakat adat. Karena kearifan lokal merupakan produk hukum berdasarkan perilaku dan karakter keseharian masyarakat yang kemudian dianggap sebagai sebuah kebenaran.
Sehingga hukum adat adalah hukum yang paling mulia di muka bumi, karena dia bersandar dengan perilaku dan karakter manusia dalam kesehariannya
Sehingga ini patut diperjuangkan, di dalam RUU masyarakat adat, bahwa di seluruh Indonesia memiliki kearifan lokal masing-masing. Maka kearifan lokal harus tertuang resmi di dalam produk legislasi nasional yang disebut dengan Rancan Undang-Undang (RUU). Ini dilakukan demi kepentingan masyarakat yang berkeadilan.
Kemudian, di sidang paripurna nanti Ia menegaskan, akan mengusulkan agar Provinsi Maluku Utara dikembalikan namanya menjadi Provinsi Moloku Kie Raha
Diketahui, Ada 5 isu yang bakal diajukan oleh DPD RI Maluku Utara, selain RUU masyarakat adat, yakni RUU Perda, RUU Pilkada, soal status Desa adat, dan Reforma agraria
“Selain itu, ada 6 daerah Otonomi baru yang sudah masuk di Kemendagri, dan itu akan diperjuangkan” tutupnya
Tinggalkan Balasan