TERNATE-CT.com, Ketua LBH Ansor Ternate, Zulfikran Bailussy SH, Menyoroti terkait dengan sanksi Etik yang diberikan kepada Brigpol RZE alias ronal melalui sidang KEPP pada tanggal 11 november 2024 lalu
Kepada media ini, Kamis, (14/11) Zulfikran menegaskan, bahwa sanksi yang diterima oleh Brigpol RZE sangatlah tidak sepadan dengan perbuatan KDRT yang dilakukan kepada istrinya WAS
Lebih lanjut, pengacara muda ini merasa janggal dengan putusan yang terkesan ringan dimana dalam amar putusan sidang etik tersebut sanksi yang diberikan kepada Brigpol RZE hanya berupa Teguran Tertulis, Penundaan Kenaikan Pangkat selama 2 Periode, dan Penundaan Gaji Berkala selama 4 periode.
Dan wajib mengikuti pembinaan rohani, mental dan pengetahuan, dan Penundaan Pendidikan selama 1 Periode, Mutasi bersifat demosi antar wilayah selama 5 tahun, serta Penempatan pada tempat khusus paling lama 21 hari.
Sementara, kata dia, dalam perbuatannya terduga telah melakukan Pelanggaran Kode Etik sebagai Anggota Polri (KEPP) yang berkaitan dengan kewajiban dan larangan sebagai Anggota Polri sebagaimana diatur dalam pasal 13 ayat 1 PP RI Nomor 1 Tahun 2023, tentang pemberhentian anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
Lebih lanjut, sekalipun tidak ada peraturan yang secara eksplisit menentukan manakah yang terlebih dahulu dilakukan, sidang disiplin atau sidang pada peradilan umum.
Namun, Kata dia dalam memutuskan sebuah perkara mestinya dilihat juga aturan yang dilanggar apakah sebanding dengan apa yang dialami korban atau setidak-tidaknya memberikan sanksi disiplin terlebih dahulu, sembari menunggu hasil putusan dari peradilan umum
“Harusnya, setelah ada putusan dari pengadilan yang berkekuatan hukum tetap barulah diadakan sidang etik untuk menetukan sanksi yang harus diterima dalam sidang kode etik, bukan malah tergesa-gesa” Tegas Zulfikran
“Karena peraturannya sangat jelas, jika sanksi administratif yang akan dijatuhkan kepada Pelanggar KKEP adalah berupa rekomendasi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), maka hal tersebut diputuskan melalui Sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana disebutkan dalam (Pasal 22 ayat (2) Perkapolri 14/2011)” Tambahnya
Untuk itu, menurutnya, Polres Halmahera Utara terkesan tergesa- gesa dalam menentukan sanksi disiplin dan sanksi etik
“Ada kejanggalan dalam putusan kemarin, dimana dilakukan tanpa menunggu adanya keputusan dari peradilan umum, sehingga ini menjadi pertanyaan besar di khalayak umum dalam melihat kasus ini” Tandasnya
“Karena tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga itu ancaman hukumannya tercantum Dalam Pasal 44 UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT. Ini memuat aturan terkait hukuman atau sanksi bagi pelaku tindak pidana KDRT dengan perbuatan kekerasan secara fisik” Terangnya
Terlebih lagi, seusai dengan Pasal 44 Ayat (2) UU PKDRT menyebutkan bahwa ‘dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dihukum dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)’
***
Tinggalkan Balasan